Pungli Komite Sekolah MAN 2 dan Keterbukaan Informasi
Perwira polisi di Bidang Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Barat tengah menerima laporan soal dugaan Pungli, Penggelapan, dan Korupsi di MAN 2 Padang
Oleh YURNALDI
Wartawan Utama, Aktivis Antikorupsi, Komisioner Komisi
Informasi Sumatera Barat
Tim sapu bersih pungutan
liar (saber pungli) sudah menangkap kepala dan wakil kepala sekolah SMKN 8
Jember dan Kepala SMPN 6 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Saat penangkapan,
diamankan barang bukti puluhan juta rupiah. Itu di daerah lain (baca Padang Ekspres, Kamis, 9 Maret 2017).
Bagaimana di Padang?
Inilah yang ironik. Tim Saber Pungli entah berada di mana. Tak tampak aksinya.
Ada pengakuan dari kepala sekolah MAN 2 Padang di hadapan orangtua siswa bahwa
dia sudah “berkoordinasi” dengan tim Saber Pungli dan Ombudsman. Entah apa yang
dikoordinasikan, tapi yang pasti Tim Saber Pungli dan Ombudsman di daerah ini
pasti kena kicuah. Surat Komite MAN 2
Kota Padang nomor 006/KMT/M2/02/2017, tanggal 8 Maret 2017, jelas-jelas pungli
berbalut sumbangan.
Bagaimana mungkin yang
namanya sumbangan itu dipatok besarannya dengan standar bawah Rp180.000 per
bulan. Mungkin pengurus komite MAN 2 Padang dan kepala sekolah tak paham dengan
regulasi yang ada. Atau basibanak dan basipakak
karena kasus Komite Sekolah MAN 2 Padang tak bisa mempertanggungjawabkan pungli
tahun 2015/2016 sebesar Rp3,83 miliar dan miliaran rupiah tahun-tahun
sebelumnya, dianggap tak ada masalah karena ada kata “koordinasi” dengan
pihak-pihak yang seharusnya berantas pungli. Bisa dihitung, dengan pungli
Rp180.000 x 1.385 siswa, maka sebulan besaran pungli lebih kurang Rp249,3 juta atau
setahun Rp2,99 miliar. Artinya, jika pungli ini tidak diusut, maka sepanjang
tahun 2017 akan terkumpul dana pungli lebih kurang Rp2,99 miliar. Dahsyat! Dan
mungkin juga nekad!
Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Islam Nomor 7381 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Bantuan
Operasional Sekolah pada Madrasah Tahun Anggaran 2017 menegaskan, semua madrasah negeri dilarang melakukan
pungutan kepada orangtua/wali siswa (BAB II, bagian A poin 2).
Yang dikatakan sumbangan: dapat berupa uang dan/atau
barang/jasa yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak
ditentukan jumlah maupun jangka waktu pemberiannya (bagian A poin 5). Kanwil Kementerian Agama harus ikut mengendalikan dan mengawasi
pungutan yang dilakukan oleh madrasah dan sumbangan yang diterima dari
masyarakat/orangtua/wali siswa tersebut dengan prinsip nirlaba dan dikelola
dengan prinsip transaparansi dan akuntabilitas (bagian A, poin 6). Kanwil Kementerian Agama dapat membatalkan
pungutan yang dilakukan oleh madrasah apabila madrasah melanggar peraturan
perundang-undangan dan dinilai meresahkan masyarakat (bagian A poin 7).
Dari fakta di atas jelas
bahwa, pungutan Rp180.000 per bulan sebagai pungutan liar yang jelas-jelas
melanggar aturan yang ada. Akan tetapi, mengapa terjadi pembiaran oleh Kanwil
Kementerian Agama Sumatera Barat? Bayangkan. Tahun-tahun sebelumnya dibebankan
pungutan Rp200 ribu per bulan sebagai pungutan rutin dan pungutan insidentil
sebesar Rp2 juta per siswa. Jika ditotal, maka ada lebih kurang Rp3,83 miliar
tahun 2015/2016 yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Kalau begitu, pasal pidana
yang bisa dikenakan adalah dugaan penggelapan. Pasal korupsi juga bisa
dikenakan kepada kepala sekolah, karena sekolah sebagai badan publik harus
tunduk dengan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Pihak Polda Sumatera Barat
kabarnya segera menurunkan tim untuk menyelidiki keuangan sekolah yang
bersumber dari orangtua siswa ini, karena tak ada pertanggungjawaban.
“Ditemukan satu-dua penyimpangan, penggelapan, maka sudah jadi bukti kuat untuk
diperkarakan secara pidana. Usai lidik, Polda Sumbar akan gelar perkara
terhadap kasus Dana Komite Sekolah MAN 2 Tahun 2015/2016 yang diduga ada unsur
penggelapan dan pelanggaran terhadap regulasi yang ada,” kata perwira polisi di
Polda Sumatera Barat bidang Reserse Kriminal Khusus. Kita tunggu hasil kerja
Polda Sumbar ini dan Kepala Polri
tinggal menagih janji sebagai bukti keseriusan bekerja.
Surat tanda terima laporan dari orangtua siswa MAN 2 Padang, 24 Maret 2017.
Keterbukaan Informasi Publik
Masalah keuangan sampai
sekarang masih sesuatu yang bersifat rahasia. Masih paradigma lama. Pergilah ke
sekolah-sekolah, tanyai guru, maka hampir 100 persen tak tahu berapa besaran
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang setiap tahun nilainya lumayan
besar. Jangankan jumlah, untuk apa saja penggunaan dana BOS itu guru-guru tak
tahu sama sekali. Ironis. Kabarnya, soal dana BOS ini adalah urusan kepala
sekolah dan bendahara.
Di MAN 2 Padang, dengan
jumlah siswa 1.385 x dana BOS Rp1.400.000/siswa, maka total Rp2,799 miliar. Lalu,
tahun 2017 MAN 2 Padang juga peroleh dana DIPA sebesar Rp12,407 miliar. Total
dana pemerintah yang dikelola MAN 2 Padang sebesar Rp15,207 miliar. Sebenarnya,
jika dengan cerdas dikelola dana sebesar ini, tak ada alasan pihak sekolah
mendesak Komite Sekolah MAN 2 Padang agar melakukan pungutan kepada orangtua
siswa. Pungutan liar terjadi karena diduga pengurus komite sekolah tak dasar
sudah diperalat pihak kepala sekolah.
Kalau begini faktanya,
maka ada dugaan dana BOS dikorupsi atau ada dugaan program tumpang tindih, yang
menyebabkan pembiayaan dua sumbernya, satu dari Dana BOS dan satu lagi dana
Komite Sekolah. Pihak kepolisian tentu bisa melakukan penyelidikan mencek
kebenaran kuintansi, daftar hadir, foto kegiatan, dan sebagainya, sesuai
laporan Komite Sekolah.
Jika kepala sekolah MAN 2
tahu aturan, silakan pampangkan di halaman depan sekolah yang di pinggir jalan
raya di Gunung Pangilun itu, penggunaan dana BOS tahun 2016 dan Dana BOS tahun
2017, masing-masing dalam baliho terpisah. Selain itu juga dilaporkan secara
berkala melalui web sekolah. Dan karena MAN 2 Padang adalah badan publik, maka
jika perlu sebagai bentuk pertanggungjawaban, iklankan penggunaan dana BOS yang
sudah diaudit di media cetak.
Begitu juga soal Dana DIPA
yang besarnya tahun 2017 ini Rp12,407 miliar. Tahun 2016 berapa besar dan
digunakan untuk apa dana DIPA, juga harus diumumkan dan diiklankan kepada publik.
Jika tidak, dikhawatirkan aka nada sengketa informasi. Jika masuk sengketa informasi
soal Dana DIPA dan BOS MAN 2 Padang ini, maka kepala sekolah MAN2 dan/atau
Kepala Kanwil Kementerian Agama Sumatera Barat akan duduk di kursi “pesakitan”
Komisi Informasi Sumatera Barat.
Jika dalam putusannya
Majelis Komisioner KI Sumbar memerintahkan informasinya dibuka, maka MAN 2
Padang harus membukanya. Jika tidak, bersiap-siapkan dengan sanksi pidana
penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5 juta rupiah. Pasal 52 Undang-undang No 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan, “Badan Publik yang dengan
sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan
informasi publik berupa informasi publik secara berkala, informasi publik yang
wajib diumumkan secara serta merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap
saat, dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan
sesuai dengan undang-undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).”
Pasal 53 menyatakan, “Setiap
orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau
menghilangkan dokumen informasi publik dalam bentuk media apapun yang
dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).”
Jadi, kepala sekolah MAN 2
Padang dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, jangan menganggap
remeh soal keharusan transparansi dan akuntabelitas dana BOS dan DIPA setiap
tahun yang dikelola MAN 2 Padang. Begitu juga dana BOS, DIPA, dan dana komite
Sekolah di MAN, MTs, dan madrasah ibtidaiyah (MI) lain di kabupaten/kota di Sumatera
Barat. Dengan jelas ditegaskan bahwa prinsip pengelolaan dana tersebut adalah
transparansi dan akuntabilitas!
Ingat, itu baru dari sisi
pelanggaran terhadap keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur UU No 14
Tahun 2008. Jika ditemukan unsur penggelapan dan korupsi, ancaman sanksi pidana
penjara dan denda yang lebih besar menunggu pula. Para orangtua atau publik harus melawan jika
ada pelanggaran yang dilakukan pihak sekolah/komite sekolah. Laporkan jika
permintaan informasi tak dilayani ke Komisi Informasi dan laporkan ke KPK atau
Kejaksaan atau Polisi jika ada dugaan korupsi dan penggelapan. Hak
warga/orangtua siswa/publik untuk tahu dijamin undang-undang.
Tanpa mengurangi rasa hormat, apakah data-data yang bapak tuliskan ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya? Saya mohon jawabannya disertakan dengan fakta dan data, terima kasih.
ReplyDelete