Menikmati
Surga Kawasan Wisata Bahari Mandeh
Oleh YURNALDI
Wartawan Utama, Pendiri dan Ketua Forum
Wartawan Pariwisata Sumatera Barat (2005-2006)
Sekelompok
wisatawan nusantara, anak lelaki remaja, ada 13 orang, bergantian naik tebing
bebatuan—berkemiringan 80-90 derajat-- dengan bantuan dua utas tali. Sampai di
puncak ketinggian sekira 25 meter setelah istirahat sejenak, satu per satu ambil ancang-ancang.
Wauw…mereka terjun bebas, ternyata. Uji adrenalin, begitu cepat berlalu.
Hanya dalam hitungan detik; brurrrr... mereka terjun ke lautan sedalam
lebih kurang 30 meter.
Ketika
muncul ke permukaan laut, dia berenang menuju perahu motor --titik tempat
mereka berkumpul. Lalu, naik lagi ke
puncak tebing dan terjun bebas lagi. Gerimis petang hari Sabtu pekan lalu, tak menyurutkan nyali dan semangatnya untuk
kembali melakukan aksi terjun bebas
(high cliff jumping). Mereka bersorak riang, karena merasakan berhasil menaklukan ketakutan
diri sendiri. Senang, karena tak
perlu jauh-jauh ke Eropah atau Hawaii menikmati sensasi terjun bebas ke laut.
Cukup di Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh yang tiada duanya.
(foto 1)
Terjun bebas di Pulau
Sironjong Ketek. (Foto : Yurnaldi)
Suasana
dan sensasi dari atraksi terjun bebas itu hanya ada di Pulau Sironjong Kaciak, Kawasan Wisata
Bahari Terpadu Mandeh, Nagari Mandeh, Kecamaan XI Koto Tarusan, Kabupaten
Pesisir Selatan, sekitar 65 km selatan Kota Padang, Sumatera Barat. Pulau
Sironjong Kaciak (luas sekira 3 hektar) adalah salah satu pulau di Kawasan Wisata Bahari Terpadu
Mandeh. Pulau lainnya adalah Pulau Bintangor (37 ha), Pulau Pagang (32 ha),
Pulau Ular (1 ha), Pulau Marak (256 ha), Pulau Cubadak (705 ha), Pulau Taraju
(3 ha), Pulau Setan Gadang (1 ha), Pulau Sironjong Gadang (25 ha).
(foto 2)
Gambaran umum Kawasan Wisata
Bahari Terpadu Mandeh. (Repro foto: Yurnaldi)
(foto 3)
Perjalanan laut di Samudera Hindia dari Padang menuju
Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh, di Pesisir Selatan. Gerbang Mandeh tampak
di depan mata. (Foto: Yurnaldi)
Masih
di kawasan Pulau Sironjong Kaciak. Tim penyelam beranggotakan 16 orang dari Universitas Bung Hatta
Padang, di bawah komando Indrawadi Mantari dan Mabruri Tanjung, tampak tengah
menyelam pada kedalaman 20-30 meter. Dua penyelam berpengalaman ini tengah
mendokumentasikan pesona surga bawah laut sembari berburu foto ikan hias Balong
Padang (Premnas Epigrammata atau Premnas Biaculeatus) ikan hias endemik
perairan Samudera Hindia di wilayah Mandeh
Sumatera Barat.
Hari
itu, ikan hias Balong Padang tak tertangkap kamera, kecuali ubur-ubur raksasa.
Sementara itu, ketika menyelam di kedalaman 1-3 meter, tim penyelam mendapatkan
transpalantasi karang yang dulunya diupayakan Universitas Bung Hatta (UBH)
Padang sudah merimba. Tumbuh berkembang subur dengan luar biasa.
“Ditranspalantasi tiga tahun lalu, kini
kawasan seluas sekitar 3 hektar, terumbu karangnya merimba luar biasa. Sejumlah spesies ikan
berkeliaran dan bergerombolan di seputar terumbu karang. Ini di luar dugaan,”
kata Indrawadi, yang juga juru
bicara (Humas) Universitas Bung Hatta
Padang.
Cuma,
di beberapa titik ditemukan terumbu karang yang rusak. Diduga, ada kapal yang
turunkan sauh di kawasan terumbu karang. Menurut Mabruri Tanjung, nilai jual
Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh utamanya terletak pada terumbu karang dan kekayaan bawah laut lainnya. “Saya kalau sudah menyelam, apalagi sembari berburu foto bawah laut,
ada sensasi yang luar biasa, yang membuat kita betah berlama-lama menyelam,”
papar Tanjung.
Tak jauh dari itu, kita kemudian
bisa menikmati pesona Pulau Cubadak, yang merupakan kawasan wisata eksklusif di
Mandeh. Selain masih perawan, pulau ini terlihat sangat menawan. Menurut
cerita masyarakat sekitar pulau ini dahulu adalah bekas kawah dengan luas
kurang lebih 40 km persegi. Di kawasan ini, para wisatawan dapat menikmati udara yang bersih, laut
yang biru, angin pantai yang semilir, dan terdapat beberapa spot menyelam yang
sangat sayang untuk dilewatkan. Tak heran kalau Pulau Cubadak merupakan salah
satu surga bagi para penyelam.
Bagi yang ingin
menginap di Pulau Cubadak, tersedia berbagai cottage yang
dibangun dengan sentuhan tradisional dan natural. Harga sewanya mulai dari
Rp1.900.000 per malam untuk wisatawan mancanegara dan Rp900.000 per malam untuk
wisatawan nusantara.
(foto 4)
Pesona Pulau Cubadak di Kawasan Mandeh.
(Sumber foto: ://www.klikhotel.com)
Kawasan
wisata Mandeh, yang dijuluki
sebagai Paradise of the south tak hanya sekadar menawarkan terumbu karang yang jauh lebih bagus dan beragam dari
Bunaken, dengan ikan hias endemik yang tiada duanya di
dunia, tetapi juga menyimpan harta karun berupa situs kapal tenggelam milik
Belanda, MV Boelongan Nederland.
Dalam arsip Koninklijke Paketvaart
Mij (KPM) dan arsip pemerintah Belanda di National Archive The Haque,
disebutkan bahwa MV Boelongan Nederland
yang dibuat tahun 1915 berdimensi 72,6 x 11,63 x 3,7 m,
tonase 1053 gross ton dan
dinakhodai oleh Kapten ML Baverling tersebut tenggelam karena dibom oleh
pesawat tempur jepang pada serangan udara tahun 1942 di perairan Mandeh, Pesisir Selatan. Bangkai
kapal secara keseluruhan masih relatif utuh dengan kerusakan di beberapa bagian
dan sebagian badan kapal sudah terbenam dalam substrat lumpur dan berada di
kedalaman 17-29 meter.
Bangkai kapal tenggelam terbuat dari Materi besi dan
bagian-bagian kapalnya seperti
lambung, lubang palka, jendela-jendela, haluan, dan buritan masih terlihat
jelas dan mudah diidentifikasi. Paristiwa penting terkait dengan tenggelamnya kapal MV Boelongan Nederland adalah tenggelamnya kapal KPM Van Imhoff, yang isinya sebagian besar adalah para tahanan
Jerman yang termasuk Poros As. Pada tanggal 18 Januari 1942, Van Imhoff akan berlayar ke India namun Belanda berniat
untuk mengumpankan Van Imhoff kepada Jepang. Tanggal 19 Januari 1942, sesuai
perkiraan Belanda, Van Imhoff dibombardir
dari udara oleh Jepang tanpa mengetahui bahwa kapal tersebut sebenarnya berisi
orang-orang Jerman yang merupakan sekutu bangsa Jepang sendiri.
Keesokan harinya, 20 Januari 1942,
menurut catatan sejarah, MV
Boelongan Nederland mendekat ke arah puing Van Imhoff, namun mereka tidak menolong para korban Van Imhoff yang masih hidup. Akibatnya, hampir semua orang Jerman
meninggal. Jepang membayar perlakuan kapal MV
Boelongan dengan mahal.
(Foto 5)
Bangkai kapal MV Boelongan
Nederland yang tenggelam tahun 1942 di perairan Mandeh. (Repro foto: Yurnaldi)
MV Boelongan Nederland sudah ditetapkan sebagai
Situs Budaya Bawah Air dan kawasan Konservasi Maritim. Situs kapal tenggelam di
kedalaman 17-29 meter ini, tentu saja menjadi alternatif unggulan penyelaman situs kapal tenggelam di
Indonesia, yang bisa menyaingi situs kapal tenggelam USAT
Liberty Wreck di Tulamben, Bali.
Mimpi-mimpi
Mandeh
Saya
masih ingat, 10-15 tahun lalu Kawasan Mandeh sudah ingin dikembangkan menjadi
kawasan wisata bahari yang menarik oleh Bupati Pesisir Selatan Darizal Basir,
ketika itu. Saya pun sudah berkali-kali membuat reportase untuk Kompas.
Jalan ke puncak Mandeh masih jalan tanah dan baru dibuka. Dari segi kelengkapan fasilitas dan
infrastruktur Kawasan Mandeh masih kalah
dari Bunaken, Raja Ampat, Bali, dan Lombok yang sudah maju duluan wisata
baharinya. Akan tetapi dari sisi
keindahan atas dan bawah laut, Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh jauh lebih
unggul dan lengkap.
Bahkan, Menteri Pariwisata Arief
Yahya mengibaratkan Mandeh sebagai Raja Ampat di Sumatera. “Saya sederhanakan,
Mandeh ini Raja Ampatnya Sumatera. Kalau sering lihat Raja Ampat, ini mirip,”
ujar Arief ketika berkunjung tanggal 15 Mei 2015 lalu.
Sumatera Barat dengan panjang garis pantai 375 km, potensi keindahan alamnya memang luar biasa, bahkan melebihi daerah lainnya di Indonesia. Tak hanya keindahan di atas laut, tapi juga keindahan alam bawah laut. Karena itu, biar cepat berkembang dan berdampak pada perekonomian masyarakat, pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung pariwisata di Mandeh harus dipercepat.
Sumatera Barat dengan panjang garis pantai 375 km, potensi keindahan alamnya memang luar biasa, bahkan melebihi daerah lainnya di Indonesia. Tak hanya keindahan di atas laut, tapi juga keindahan alam bawah laut. Karena itu, biar cepat berkembang dan berdampak pada perekonomian masyarakat, pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung pariwisata di Mandeh harus dipercepat.
Pemerintah dan masyarakat Sumatera Barat bersyukur,
Menteri/Kepala Bappenas, ketika
itu Adrinof A Chaniago yang urang awak, bisa meyakinkan Presiden Jokowi, agar mempercepat
pembangunan Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh. Bahkan, Presiden Jokowi pun sudah datang mengunjungi Mandeh dan melihat
keindahan alam yang rancak dengan potensi wisata bahari yang bisa menjadi
unggulan Indonesia ke depan.
Menurut
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Arief Yahya, dibutuhkan Rp1,5 triliun
untuk pembangunan kawasan mandeh. Dan Mandeh bisa mendapat perhatian khusus karena
bisa jadi unggulan wisata bahari di Indonesia Barat. Apalagi, jika dibanding
berwisata ke Raja Ampat atau Bunaken, atau Bali, jauh lebih murah dan efektif
ke Sumatera Barat.
Kementerian
Pariwisata menyatakan wilayah Mandeh di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera
Barat, pertengahan 2017 bakal menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata dengan
menonjolkan keindahan wisata bahari.
Ketua Pokja
Percepatan 10 Destinasi Prioritas Kemenpar, Hiramsyah Sambudhy Thaib dalam
keterangan di Jakarta, Sabtu (11/6/2016), mengatakan setelah Gubernur Sumbar
Irwan Prayitno menetapkan Mandeh sebagai sentra pariwisata, sekitar 400 hektar
lahan di Mandeh akan dibangun pusat amenitas seperti hotel, balai pertemuan (convention hall), restoran, dan
sebagainya.
“Kawasan Mandeh yang penuh pesona itu menjadi KEK Pariwisata dan akan
menjadi seperti kawasan Nusa Dua, Bali. Dulu, Nusa Dua jauh dari Denpasar, jauh dari keramaian
Kuta, dan minim fasilitas publik. Sekarang, Nusa Dua sudah berkelas dunia dan
menjadi pusat konvensi," kata Hiramsyah.
(Foto 6)
Salah satu potensi kawasan
Mandeh. (Foto : Yurnaldi)
Karena itu, sejak setahun terakhir sarana dan prasarana untuk melayani wisatawan, terus dibenahi dan dilengkapi. Membandingkan potensi Kawasan Mandeh dengan kawasan wisata bahari
lain di Indonesia seperti Bunaken, Raja Ampat, dan Lombok di Indonesia dan atau Afrika Selatan,
banyak keunggulan kawasan yang berjuluk “Sepotong Surga di Kawasan Barat
Indonesia” ini.
Contoh
kecil, supaya wisatawan bisa menikmati terumbu karang pada kedalam 1-3 meter,
perlu pengadaan kapal/perahu yang berlantai kaca. Kemudian, dalam suatu diskusi
dengan wartawan senior Kompas Bre
Redana, yang sempat saya ajak berkunjung ke Mandeh, tahun 2014 lalu, dia juga
memberi masukan/gagasan bagaimana kapal-kapal yang membawa wisatawan mengitari
pulau-pulau di Kawasan Mandeh, dilengkapi dengan fasilitas kafe dengan sajian
kuliner yang khas Sumatera Barat, seperti sate, nasi randang, nasi goreng patai, kawa daun, teh
talua, gulai kapalo ikan, gulai jengkol dan sebagainya. Harga makanan dan
minuman, sebaiknya (harus) dicantumkan.
Mimpi-mimpi
lain yang perlu disegerakan, dan itu lebih penting, adalah memberi tanda batas,
yang boleh dilewati kapal, supaya terumbu karang tidak rusak, baik karena
dilanda kapal maupun lego jangkar. Perlu dibuat beberapa tambatan kapal
permanen, sehingga nelayan tak buang sauh di kawasan terumbu karang. Harus
didesain khusus (berlantai kaca) kapal kecil yang bisa penumpangnya melihat
terumbu karang dari atas kapal dan atau mengitari kawasan hutan bakau (mangrove).
Walaupun sarana dan prasarana Kawasan Wisata
Bahari Terpadu Mandeh belum lengkap, namun setiap akhir pekan sudah ribuan
wisatawan nusantara dan mancanegara yang menikmati pesona Mandeh. Bahkan,
liburan Lebaran Idul Fitri yang baru lalu, dilaporkan Wakil Gubernur Sumatera
Barat yang mantan Bupati Pesisir Selatan, Nasrul Abib, jumlah kunjungan
wisatawan mencapai 200.000 lebih.
Wisatawan ramai karena kekuatan pesona Mandeh ada di bahari, wisata laut, pantai dan bawah
laut.
(Foto 7)
Atraksi Paramotor
melayang-layang di Kawasan Mandeh, merupakan salah satu daya tarik wisatawan.
(Foto Yurnaldi)
Menuju
Mandeh
Belum
banyak wisatawan yang ingin menikmati sensasi pesona Kawasan Wisata Bahari
Terpadu Mandeh melalui perjalanan laut. Artinya, ke lokasi Mandeh
wisatawan cenderung lewat perjalanan darat, sejauh 65 km
selatan Kota Padang atau 22 km utara Painan, Kabupaten Pesisir Selatan. Hal ini
disebabkan terbatasnya perahu motor atau kapal yang melayani ke kawasan tersebut, kecuali disewa khusus.
Atau juga karena minimnya moda transportasi laut. Jika kawasan Mandeh ingin
cepat maju dan berkembang, investor di bidang moda transportasi laut ini sangat
dibutuhkan.
Untuk
memperpendek jarak, Pemerintah Pusat juga sudah anggarkan dana pembangunan
jalan dari Sungai Pisang, Padang, ke Sungai Pinang, Kawasan Mandeh, sejauh 42
km. Proyek jalan jalur wisata ini tuntas tahun 2017 mendatang.
Saya
bersama ratusan penumpang Mandeh Joy Sailing untuk pertama kali menaiki Kapal
Perang KRI Surabaya dari Palabuhan Telukbayur, Padang, menuju Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh.
Waktu tempuh ke Mandeh selama 1,5
jam dengan kapal perang itu. Menariknya, saya dapat
menikmati laut dan keindahan pantai pulau-pulau yang dilewati.
Setelah 25 menit berlayar, saya
menyaksikan keelokan kawasan wisata pulau Sikuai, yang berada di wilayah Kota
Padang. Pulau Sikuai memiliki luas sekitar 44,4 Ha, termasuk pulau beriklim
tropis sepanjang tahun dengan pantai pasir putih dan masih memiliki hutan
tropis yang alami. Pesisir pantai di Pulau Sikuai
ini tak kalah dengan putihnya pantai-pantai yang ada di
Pulau Bali. Sebagai daerah tujuan wisata, pulau ini sudah dilengkapi dengan hotel resort berbintang. Resort di pulau ini
menyediakan cottage, restoran, ruangan untuk rapat, dan kolam
renang..
(Foto 8)
Pulau Sikuai dengan pasir putihnya.
(sumber foto: http://www.klikhotel.com)
Jika Anda masih punya waktu berlibur
di Ranah Minang Sumatera Barat, maka seusai menikmati pesona Kawasan Wisata
Bahari Mandeh nantinya, silakan Anda berlibur khusus ke Pulau Sikuai. Melihat keindahan
dan potensi pulau ini, saya yakin Anda tak sabaran untuk
segera menyeburkan diri ke laut. Berada di pulau ini serasa seperti memiliki
pulau pribadi.
Berbagai kegiatan dapat Anda lakukan untuk
menikmati keindahan Pulau Sikuai. Anda bisa melihat indahnya biota laut
dengan snorkeling, berenang di pantai atau mendayung kano di tengah
laut. Anda juga dapat bersepeda mengelilingi pulau, atau trekking ke hutan
tropis.
Dalam perjalanan laut selanjutnya
menuju Mandeh Anda juga bisa menikmati pesona Pulau Pasumpahan, yang juga
berada di perairan Kota Padang. Pulau Pasumpahan berada
sekitar 200 meter dari Pulau Sikuai. Pulau ini memiliki obyek wisata
pantai pasir putih dengan terumbu karang yang juga masih perawan. Selain dari
terumbu karang berbagai jenis ikan karang, wisatawan juga dapat menikmati ikan-ikan hias
yang ada di daerah ini. Bagi yang suka diving, pulau ini juga
menjadi rekomendasi untuk dikunjungi.
Pasumpahan kini tengah diincar investor
asing untuk dikembangkan sebagai obyek wisata yang diunggulkan di Kota Padang, Sumatera Barat.
(Foto 9)
Kemudian, tak jauh dari Pulau
Pasumpahan, kita sudah memasuki Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh. Anda bisa
menyaksikan pesona Pulau Pagang, yang mungkin masih masih
asing di telinga anda. Kawasan
pulau ini masih perawan dan menawan. Jadi, jangan terlalu
tinggi ekspekstasi terhadap fasilitas-fasilitas yang disedikan dari pulau ini. Walau demikian, Anda tak akan mungkin menyesal
menikmati keindahan alam di pulau ini. Enjoy!
Perjalanan saya dengan kapal perang
berakhir karena tak ada dermaga untuk berlabuh bagi kapal seukuran kapal perang
itu. Anda akan takjub melihat gugusan pulau-pulau lain di Kawasan Mandeh ini.
Perjalanan dilanjutkan dengan kapal berukuran
kecil sekitar 20 menit dan merapat di Dermaga TPI Carocok.
Dari
TPI Carocok, difasilitasi tim penyelam Universitas Bung Hatta, Padang, saya dengan kapal nelayan bisa
berkeliling mengitasi pulau-pulau sembari menikmati sensasi dan pesona kawasan
Mandeh. Saking asyiknya dan ingin
berlama-lama, saya tidak kembali ke padang dengan KRI
Surabaya. Saya memilih tetap bersama para penyelam dari UBH, sembari menghimpun
informasi dari Indrawadi Mantari dan Mabruri Tanjung, dua penyelam senior di
UBH.
Setelah mentari senja merah merona di bibir cakrawala Samudera Hindia,
saya menuntaskan perjalanan di Kawasan
Wisata Terpadu Mandeh. Fire sky sunset dengan rona merah membara seperti yang saya
saksikan, hanya bisa didapat di daerah-daerah yang dilalui garis Khatulistiwa
seperti kawasan Mandeh. Sahabat saya
Andrinof Chaniago berucap; “Kalau lihat sunset
di Mandeh, sudah kayak surga. Makanya saya ngotot betul ke pemerintah daerah
supaya bereaksi cepat untuk memanfaatkan anugerah ini.”
(Foto 10)
Fire sky sunset
dengan rona merah membara. (Foto Yurnaldi)
Alhamdulillah, perjalanan ke
Mandeh adalah perjalanan yang luar biasa. Jika
selama ini Anda yang pecinta wisata bahari menghabiskan waktu dan uang untuk
mengunjungi keindahan dan pesonan bahari di timur Indonesia, mulai dari Bali
hingga Raja Ampat, maka saatnya sekarang agendakan perjalanan ke wilayah barat
Indonesia, yakni ke negeri yang budayanya unik, penduduknya ramah, perempuanya
cantik-cantik, dengan sistem kekerabatan matrilineal, yaitu Ranah Minangkabau,
Sumatera Barat. Dijamin indak (tidak)
kalah keren dibandingkan Raja Ampat, Lombok, atau Bali sekalipun. Mungkin Anda masih awam dengan Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh, tapi
jangan underestimate dulu sebelum Anda melihat keindahannya dengan mata kepala sendiri.
Oiiya, usai menikmati pesona laut dengan segala aktivitas
seperti berjemur di pantai, memancing ikan, menyelam, terjun bebas, menyusuri
hutan bakau (mangrove), dan mengitari
pulau-pulau, serta menikmati mentari tenggelam di cakrawala Samudera Hindia,
sebelum pulang Anda esok harinya, jangan sampai tidak menikmati keindahan dan
keunikan Jembatan Akar yang merupakan satu-satunya di dunia.
Berada tak jauh dari Mandeh, obyek wisata
Jembatan yang terbuat dari akan pohon asam kumbang dan akar pohon beringin itu
sudah berusia sekira 110 tahun, lho.
Ini barangkali sebuah keunikan dan keajaiban di dunia yang mesti Anda kunjungi.
(Foto 11)
Jembatan Akar,
satu-satunya di dunia, jangan Anda lewatkan. (Foto: Yurnaldi)
Begitu juga, jangan
sampai tak bawa oleh-oleh berupa makanan khas dan bahan busana khas seperti batik
tanah liek Pesisir Selatan.*
(foto 12)
Kain Batik Tanah Like khas Pesisir Selatan. (Foto:
Yurnaldi)
No comments